Kompetisi tahun 2020 – 2021 merupakan periode yang berat bagi para pelatih klub-klub elite Eropa. Bagaimana tidak, sejumlah pelatih top tidak luput dari pemecatan atau terpaksa mengundurkan diri dari jabatannya. Sebut saja Jose ‘The Special One’ Mourinho yang dipecat oleh Tottenham Hotspur setelah rentetan buruk klub tersebut di Liga Inggris meskipun melaju hingga final Piala Liga Inggris. Dan dipecatnya Mou di Tottenham tentu mencoreng catatan apiknya yang menjamin klub yang ditanganinya dengan tropy.
Yang teranyar tentu mundurnya Zinedine Zidane dari kursi kepelatihan Real Madrid. Madrid sendiri memang tidak mendapat tropy apapun musim ini, namun sebenarnya perjalanannya tidak buruk-buruk amat, menjadi Runner Up La Liga dan bersaing dengan Atletico Madrid hingga putaran terakhir tentunya bukan suatu yang buruk, namun mungkin klub sekelas Madrid memang memiliki standar yang sangat tinggi. Mungkin standar tinggi tersebut yang membuat Zidane memutuskan untuk mundur, karena itu belum tentu bisa diimbangi dengan investasi pemain secara besar-besaran untuk musim selanjutnya. Kesulitan keuangan klub karena pandemi tentu menjadi salah satu faktor klub kurang berani melakukan investasi besar tersebut.
Zidane sendiri rupanya tak sepi peminat di mana PSG, Tottenham Hotspur sudah mengantri ingin mengontraknya. Akibat kepergian Zidane dan Conte itu sendiri, ternyata memberi efek domino pada 3 pelatih lainnya.
Senasib dengan Zidane, Antonio Contepun memilih cabut dari Inter Milan. Keputusan Antonio Conte yang memilih hengkang dari Inter Milan setelah tak sepakat dengan kebijakan tim di musim depan. Conte yang sudah bisa bawa Inter Milan juara Serie A Italia, ingin ada pemain bintang baru datang. Tapi, Inter Milan malah menawarkan kebijakan baru berupa harus jual pemain hingga dapat untung 80 juta euro. Selain itu, Conte juga gajinya akan dipotong oleh Inter Milan hingga setengah kalinya. Baca Juga 3 Klub yang Bisa Dilatih Antonio Conte Usai Tinggalkan Inter. Conte yang tidak terima dengan kebijakan baru Inter Milan itu kecewa dan lalu pergi meninggalkan tim. Untungnya bagi Conte karena Real Madrid, Tottenham Hotspur hingga PSG sudah menghubunginya untuk mengajaknya bergabung.
Sementara Andrea Pirlo terlihat tegar menerima keputusan Juventus memecat dirinya. Eks gelandang top Italia itu bahkan tidak kapok mengemban tugas sebagai pelatih. Raksasa Serie A Liga Italia, Juventus, resmi berpisah dengan pelatihnya Andrea Pirlo. Hal ini diumumkan melalui situs resmi klub beberapa hari lalu.
Usai dipecat, Andrea Pirlo membuat unggahan di Instagram yang menunjukkan potret dirinya saat berada di lapangan. Ia mengaku tidak menyesal melatih Bianconeri, terlepas dari risiko yang dihadapinya. “Musim pertama saya sebagai pelatih sudah berakhir. Itu adalah musim yang rumit sekaligus luar biasa. Saat Juventus menghubungi saya tidak memikirkan risikonya, meski sudah terlihat jelas. Saya sangat menghormati klub dan ingin tampil di level tertinggi,” tulis Andrea Pirlo di akun Instagram-nya. “Jika bisa kembali ke masa lalu, saya tetap membuat keputusan yang sama, terlepas dari rintangan yang ada, terlepas dari rintangan yang harus saya hadapi, situasi sulit yang membuat saya tidak bisa menentukan pilihan dan mengikuti gaya bermain saya,” imbuhnya.
Kegagalan di Turin tidak lantas membuat Andrea Pirlo menyerah. Ia justru semakin bersemangat membangun karier sebagai pelatih, terlebih sudah mengantar Si Nyonya Tua merebut Coppa Italia 2020/21 dan akhirnya mampu finis di zona Liga Champions.
Selain itu masih ada Thomas Tuchel yang dipecat oleh Paris Saint-Germain setelah dinilai mengungkap borok manajemen klub dan merasa kecewa karena usahanya tak dihargai. Beruntung Ia tak lama menganggur, karena langsung mendapat kontrak dari Chelsea yang telah memecat pelatih sebelumnya Frank Lampard.
Tuchel pun mampu membawa Chelsea lolos ke Liga Champions musim depan dengan menduduki peringkat ke 4 klasemen akhir Liga Inggris, dan juga mampu menembus Final Liga Champions dan berhadapan dengan Manchester City.
Sekian banyak pelatih yang dipecat ataupun mundur dari jabatannya karena sesuatu hal, tentu berbeda dengan pelatih-pelatih era 90an seperti Sir Alex Ferguson di Manchester United atau Arsene Wenger di Arsenal yang menduduki jabatan lebih dari 1 dekade dan menghasilkan banyak tropy bagi klubnya masing-masing.
Entah mengapa saat ini begitu mudahnya pergantian pelatih, apakah memang budaya instan juga sudah membudaya di dunia sepak bola?
(DRO)