Indonesia telah melakoni dua pertandingan uji coba melawan Afghanistan dan Oman di Uni Emirat Arab menjelang Kualifikasi Piala Dunia 2022 Zona Asia. Akan tetapi, timnas Indonesia gagal meraih kemenangan saat berjumpa Afghanistan dan Oman. Kekalahan pertama skuad Garuda didapat ketika melawan Afghanistan pada Selasa (25/5/2021) dengan skor 2-3. Empat hari kemudian timnas Indonesia kembali menelan kekalahan, kali ini dengan skor 1-3 dari Oman.
Melihat hasil uji coba tersebut, banyak pihak yang pesimis dengan Timnas Indonesia dalam menghadapi sisa pertandingan Kualifikasi Piala Dunia 2022 Zona Asia. Meskipun Indonesia sudah tidak memiliki peluang lagi, namun masyarakat berharap Timnas masih bisa kembali dengan kepala tegak dengan tidak membiarkan Timnas lain mengambil poin penuh saat berhadapan dengan Indonesia.
Menanggapi hal tersebut, Ketua Umum Paguyuban Suporter Timnas Indonesia (PSTI), Ignatius Indro menilai pertandingan uji coba tidak bisa menjadi patokan, banyak faktor yang mempengaruhi pertandingan-pertandingan tersebut. “Dalam pertandingan uji coba tentu pemain belum memberikan 100 persen untuk menghindar dari cidera. Tapi sayang kita tidak bisa melihat pertandingan secara langsung (Karena tidak disiarkan di televisi) sehingga kita tidak bisa menilai secara obyektif bagaimana progres permainan Timnas.” Ujar Indro.
Indro menilai wajar jika banyak pihak yang pesimis dengan Timnas yang dipimpin oleh Shin Tae-yong ini, namun tetap harus diberi kesempatan karena sejauh ini sudah ada progres yang lebih baik. Indro juga mengingatkan untuk perbaikan sistem kompetisi maupun sepak bola secara keseluruhan untuk memajukan Tim Nasional, dan bukan dilakukan secara instan. “Wajar kalau pesimis, tapi yang perlu kita ingat untuk kemajuan sepak bola kita itu, bukan siapa pelatihnya, STY tidak bisa mengubah secara instan kalau sistem kompetisi tidak diperbaiki. Harus lebih profesional, termasuk bagaimana pembinaan pemain muda, harus ada juga kompetisi usia muda. Maka perbaikan harus lebih bersifat fundamental.” Jelasnya.
PSTI juga mengajak seluruh stakeholder sepak bola Indonesia bersatu untuk memajukan sepak bola, termasuk PSSI sebagai organisasi juga harus mau merangkul seluruh pihak termasuk pihak-pihak yang selama ini dianggap berseberangan untuk duduk bersama memikirkan bagaimana langkah-langkah kedepan. “Saatnya kita bersatu ya, seluruh stakeholder bersatu, PSSI juga harus merangkul semuanya. Pemerintah juga sudah mengeluarkan Inpres No. 3 2019 tentang percepatan sepak bola nasional, itu sangat bagus, bagaimana pelaksanaannya? Ujung tombaknya di PSSI. Ayo kita duduk bersama memikirkan langkah selanjutnya.” Tutup Indro.
Senada dengan Indro, Kordinator Save Our Soccer (SOS) Akmal Marhali kepada Kanalbola.id hari ini mengatakan, Timnas yang kuat lahir dari kompetisi yang sehat karena sipapun pelatihnya akan sulit membawa kemajuan Timnas jika tanpa kompetisi yang baik. “Tuchel, Conte, Guardiola, Klopp sekalipun pelatihnya sulit dalam waktu singkat membenahi timnas karena dalam 20 tahun pondasinya rapuh. Lima lawan yang dihadapi timnas level dan kualitasnya di atas Indonesia saat ini. Kita perlu bekerja keras untuk mengejar ketertinggalan. Apa yang dilakukan STY dengan regenarasi pemain timnas sudah bagus. Kita butuh generasi baru untuk membentuk pondasi baru timnas masa depan.” Ujar Akmal.
Ia menambahkan kemajuan sepak bola Indonesia tidak bisa dilakukan secara instan, jadi kita jangan terlalu berharap dengan sisa pertandingan kualifikasi Pila Dunia kali ini. “Tiga laga sisa kualifikasi piala dunia 2022 secara skor mungkin akan kalah karena kita sudah tertinggal jauh dari Thailand, Vietnam, dan UEA. Bahkan, Indonesia juga sudah tidak punya kans lolos alias sudah gugur. So, ini waktu yang tepat membangun generasi baru. Bongkar rumah tua, bangun runah yang lebih modern. Lupakan naturalisasi, percaya kepada kemampuan anak negeri. Bina dengan baik sejak dini” Tutupnya.
Sementara itu pengamat sepak bola, Mohamad Kusnaeni menganggap kekalahan timnas tidak terlalu merisaukan bahkan jika kita kalah di 3 pertandingan terakhir Kualifikasi Piala Dunia 2022 tidak perlu ditanggapi secara berlebihan. “Kalau buat saya, dua kekalahan itu tidak terlalu merisaukan. Bahkan seandainya nanti tidak bisa menang dalam sisa laga kualifikasi PD juga tak perlu disikapi berlebihan. Soalnya STY memang sudah tidak menganggap penting soal hasil di sisa kualifikasi. Dia lebih memanfaatkan kesempatan ini untuk membangun tim SEA Games. Kita juga tidak boleh lupa, kompetisi kita cukup lama berhenti. Cuma ada turnamen pramusim. Akibatnya kualitas fisik dan permainan para pemain cukup menurun drastis. Mengembalikan ke level yang diinginkan STY butuh waktu. Tidak bisa instant.” Ujarnya.
Pengamat yang biasa dipanggil Bung Kus ini juga menekankan kunci dari perbaikan sistem sepak bola itu adalah kompetisi dan konsistensi. Dua hal itu harus jalan beriringan dan saling mengisi. “Maksudnya begini, kita butuh kompetisi yang berkualitas untuk menghasilkan pemain-pemain bagus. Bukan sekadar kompetisi yang meriah tapi kurang kompetitif. Tapi itu saja tidak cukup. Diperlukan juga konsistensi. Jangan terlalu mudah berubah aturan main dan regulasinya. Konsistensi itu juga diperlukan terkait penjenjangannya. Kompetisi harus dibangun dari usia 16 sampai level senior tanpa putus. Jadi, ada kompetisi U-16, U-18, U-20, dan senior yang konsisten digelar setiap musim. Jadi, pemain betul-betul matang saat akhirnya masuk level senior. Dengan penjenjangan kompetisi yang konsisten, klub juga jadi tidak ragu investasi di pembinaan usia muda. Sebab kompetisinya tersedia dan memungkinkan kemampuan pemain berkembang secara bertahap. Kita lemah di konsistensi ini. Terlalu mudah gonta-ganti konsep. Bahkan melupakan kompetisi usia muda dan usia dini. Akibatnya mentalitas instant terbentuk di kalangan pengelola klub. Mau kompetisi, gelar seleksi. Bukan mematangkan dan mengorbitkan pemain dari pembinaan internal. Memang sah-sah saja merekrut pemain dari luar klub. Tapi sifatnya menambal kekurangan dari hasil pembinaan internal. Bukan model seleksi seperti yang kita lihat sekarang.” Tutup Kusnaeni.
(DRO)