Produksi kapal selam terbanyak di dunia ada di Jalan Mujahidin, Kota Palembang. Tapi kapal selam yang warnanya kuning, sekarang ini melekat di Spanyol, tepatnya di Kota Villareal, kota kecil di pantai timur Spanyol yang menghadap Laut Balearik.

Jika di Mujahidin kapal selam itu suka dimakan orang, di Villareal kapal selam jadi julukan klub bola di mata orang-orang. Yellow Submarine atau Kapal Selam Kuning sendiri disematkan karena mengacu pada kultur maritim kota itu, yang menghadap ke Laut Tengah membelah Afrika dan Eropa secara geografis, dan demikian secara budaya dan sosial. Sementara kuning, berasosiasi pada warna kebesaran klub yang berdiri sejak 1923, barengan tahun dengan berdirinya Walt Disney.
Villareal sesungguhnya bukanlah klub mentereng kayak Madrid atau Barcelona. Apalagi di Eropa. Makanya, julukan Kapal Selam Kuning itu juga nggak sengetop Si Merah Liverpool, Si Biru Chelsea, Si Biru Langit City, atau Putih Hitam Juventus, atau Merah Hitam AC Milan.
Tak heran bila Yellow Submarine alias El Submarino Amarillo justru diduniakan terlebih dahulu oleh anak-anak Liverpool, melalui lagu yang ditulis oleh Paul McCartney di tahun 1967 dan dinyanyikan oleh Ringo Starr secara riang –karena memang ditulis sebagai lagu anak-anak dan bukan lagu tentang kenikmatan gelek sebagaimana yg diinterpretasikan sebagian orang.

Di leg pertama Liga Champions tadi pagi, para mujahid lapangan hijau Liverpool –kota asal Beatles– bertarung keras melawan Kapal Selam Kuning untuk merebut satu tiket final UCL di Paris nanti –tempat final pindahan dari St. Petersburg yang “dihukum” UEFA gara-gara serangan Putin ke Ukraina.
Pertandingan tersebut adalah pertandingan ketiga di turnamen resmi antarkeduanya, setelah pada 2016 lalu mereka saling bertemu di semifinal Liga Malam Jumat yang dimenangkan Liverpool dengan agregat 3-1. Kalah 1-0 di Estadio de la Ceramica, Liverpool membalas 3-0 di Anfield Stadium untuk menuju final pertama Eropa Juergen Klopp bersama klub baru asuhannya kala itu.

Villareal di tangan Unai Emery –selepas pemecatannya dari Arsenal, menjelma menjadi juara Liga Eropa musim lalu setelah mengalahkan Manchester United lewat adu penalti. Ke Villareal, ia punya banyak pemain yang berpengalaman merumput di Liga Inggris: Giovani Lo Celso, Serge Aurier, Juan Foyth, Etienne Capoue. Termasuk juga Alberto Moreno yang dibawa dari Liverpool.
Kiprah Unai Emery sendiri di kancah Eropa juga bukan kaleng-kaleng. Bersama Sevilla, ia dua kali mengangkat piala. Bukan Liga Champions sih, tapi Liga Eropa. Tapi setidaknya itu menunjukkan piawainya Unai menghadapi kompetisi Eropa yang sudah pasti sangat keras dan ketat.
Di UCL musim ini pun, Villareal di tangan Unai sudah membuktikan ketangguhannya dengan menggusur klub yang pernah merasakan manisnya juara UCL, Juventus dan Bayern Muenchen. Mereka yang bertaruh di meja judi untuk Meriam Kuning, sudah barang tentu menangguk hasil besar ketika memasang Villareal, yang diposisikan under.

Leg pertama Liverpool-Villareal sudah selesai, dengan hasil 2-0 untuk Liverpool.
Pertandingan itu sendiri mirip dengan skema pertandingan Liverpool sebelumnya melawan Everton di Liga Inggris, sak hasil-hasilnya, sak jumlah golnya. Babak pertama yang buntu meski penguasaan bola unggul jauh. Babak pertama yang kurang menggigit, meski serangan demi serangan dibangun layaknya mendaki bukit: dari bawah.
Saat rehat, entah apa yang dibisikkan Klopp di ruang ganti. Apa yang ada di ruang ganti Liverpool, tidak pernah terbuka untuk publik, seperti halnya beberapa klub membocorkan video-video suasana ruang ganti Liverpool saat bertanding. Klopp memang keras soal yang satu ini.
“Saya akan meninggalkan klub saat itu juga jika sampe ada video di ruang ganti yang rembes keluar.” Jadi, satu-satunya sumber informasi ya datang dari Klopp sendiri saat konferensi pers.
Tentu saja, maestro dari cara mengatasi kebuntuan alias parkir bus yang diterapkan Villareal adalah Juergen Klopp. Dan penerjemah dari skema permainan Klopp dalam pertandingan itu ditumpukan kepada Thiago Alcantara. Penguasaan bola dan distribusi umpan pendek dan umpan panjangnya sangat berkelas.
Kehebatan itu ditunjukkannya pada gol pertama Liverpool. Membangun serangan dari sisi kiri bawah, Robertson mengopernya ke Thiago. Kapal selam kuning yang lagi oleng karena serangan sisi kiri itu, tidak dipaksanya untuk meneruskan serangan dari sisi kiri, melainkan menggoyang serangan dari arah sebaliknya.
Kapal pun jadi oleng ke kanan lagi. Oleh Thiago, bola dialirkan lagi ke tengah lalu ke kanan, dan tiktokan satu dua Salah dan Henderson berujung pada pantulan di badan mujahid Villareal Pervis Estupinan, menyosor ke sudut tiang jauh gawang Rulli, yang nama depannya kayak nama radio ternama di Jogja, Geronimo.
Gol itu membuat dermaga Meriam Kuning justru jadi lebih terbuka setelahnya, karena mereka tak punya pilihan kecuali harus membalas dengan gol. Hasilnya, dermaga pertahanan kapal selam justru jebol lagi tiga menit kemudian, kali ini oleh tusukan duet Afrika Salah dan Mane, lewat sontekan kecil yang garis jebakan offside-nya cuma setipis rambut dibelah tujuh.
Loloskah Liverpool ke final?
Hasil dua gol, tentu bukan karcis yang aman bagi Klopp. Dia tahu banget soal itu. Defisit 3 gol dari Barcelona aja bisa berbalik arah dan itu pernah dilakukan para mujahidnya. Apalagi sekarang Liverpool cuma unggul 2. Dan sudah terbukti, Villareal adalah satu-satunya semifinalis penggusur tim-tim besar Eropa musim ini. Rutenya sudah teruji. Istilah yang persis sama kayak kandidat-kandidat politisi petahana yang maju lagi untuk mempertahankan kursi.
Menghadapi situasi unggul di leg pertama, jawaban Klopp sudah sangat klasik, klise, dan bisa ditebak. “Kami baru setengah jalan. Masih ada setengah jalan yang harus diselesaikan. Kami tak boleh lengah atau kehilangan fokus. Kami harus 100 persen dalam mood yang tepat. Kalau mau lolos, setengah jalan lagi harus dikerjakan seperti yang sudah setengah jalan dilewati. Kayak-kayak gitulah.”
Apalagi, Klopp menghadapi momen-momen akhir yang menentukan dari mimpi quadruple musim ini dan tiga sisanya masih menyala semua setelah satu piala –Carabao Cup– diamankan. Jika diamati dalam pertandingan-pertandingan sejak April, Klopp terlihat sregep alias rajin merotasi pemain, nyaris di semua lini.

Para mujahidnya di lini depan, dirotasi semaksimal mungkin, kecuali Firmino yang entah boyoknya kecethit atau kakinya sedikit bundhas. Di lini tengah, Henderson dan Keita bergantian sebagai starter, sedangkan di lini belakang, Matip dan Konate juga main gantian.
Dengan konfigurasi itu, menghadapi Villareal, kiper Liverpool Allison kayak-kayak magabut di bawah mistar gawang. Sepanjang pertandingan, cuma satu kali ancaman datang. Kali ini, ia nggak perlu ngeledek Rulli kayak di pertandingan sebelumnya ia ngeledek kiper Everton, Pigford. Karena sepanjang pertandingan Geronimo Rulli memang dipaksa menyelamatkan belasan tembakan ke arah dermaga Kapal Selam Kuning.
Masih ada leg kedua menuju final yang diimpikan. Jika City akan bertandang ke Bernabeau dengan selisih gol sebiji, Liverpool punya dua biji. Tapi itu lagi-lagi bukan jaminan karcis final sudah di tangan.
Penulis adalah Fans Liverpool garis keras