Kanalbolers, beberapa waktu lalu Kanalbola.id berkesempatan untuk mewawancara seorang legenda sepakbola Indonesia Kurniawan Dwi Julianto. Kurniawan Dwi Yulianto (lahir 13 Juli 1976) adalah seorang pemain sepak bola Indonesia yang juga dianggap sebagai salah satu yang terbaik yang dimiliki Indonesia.
Biasa bermain sebagai striker, Kurniawan adalah salah satu dari sedikit pemain Indonesia yang pernah bermain di Eropa. Pada awal kariernya dia sempat bermain di tim remaja Sampdoria sebelum kemudian pindah ke FC Luzern di Swiss.
Nah bagaimana pengalaman Kurniawan di Primavera? Berikut wawancara lengkapnya ya.
KanalBola (KB) : Mas Kurniawan bisa diceritakan waktu era primavera, penyeleksiannya seperti apa?
Kurniawan (K): Sekitar tahun 1993 ada Diklat Ragunan. Seleksi tahap pertama belum tahu kalau mau di bawa utk program primavera. Karena untuk timnas U 16, dipersiapkan utk Asian school. Pesertanya itu dari pemain2 Suratin Cup dan Haornas Cup ditambah dari pemain Diklat ragunan, itu tahap pertama. Tahap kedua ditambah lagi seleksi siapa yang lolos tahap pertama, masuk ke tahap kedua berapa bulan berikutnya ditambah pemain-pemain jebolan antar Diklat se-Indonesia, digabung akhirnya ketemulah primavera itu.
KB : Pelaksaaan program itu berapa tahun?
K : Waktu itu kita ada primavera 1 dan primavera 2. Primavera sebelum ke Itali, kita sempet ikut Asian school di Srilanka, ikut kompetisi primavera disana, dan primavera pertama kita dipersiapkan untuk Asian Cup under 19, kalau tidak salah tahun 1994. Asian cup di Jakarta kemudian balik lagi ke Itali, tahun kedua itu Primavera 2 itu udah gabung lagi dengan pemain yang usianya lebih di atas kita, kita waktu itu kan kelahiran 76-75, yang kedua itu ditambah lagi dengan kelahiran 74 dan 73 untuk persiapan pra olimpiade, karena Olimpide di Atlanta tahun 1996. Jadi Primavera itu 2 tahun, tapi saat tahun kedua itu ada lagi adik-adik kita, junior kita itu program Bareti di tempat yang sama
KB: Sebagai peserta program Primavera melihat program seperti itu, apakah efektif untuk membentuk sebuah Timnas ataupun Tim tersendiri?
K : Bagi saya ada plus minus yang kami rasakan. Kalau untuk persiapan Tim bagus sekali, karena chemistry-nya dapat dan kita belajar untuk membangun atau membentuk sebuah Tim. Kita benar-benar belajar sepakbola yang benar yang kita pahami mulai dari nol di sana. Kemudian, kita belajar menjadi pemain professional yang sadar akan value diri kita. Untuk Tim memang bagus lah. Kalo Tim ini memang dipersiapkan untuk suatu kejuaraan, untuk ada event-event tertentu oke, tapi, menurut Saya dan juga yang kami rasakan, karena kita kan ada 22 pemain , artinya kita akan ketemu teman2 kita juga di tempat itu, walapun kita jauh dari keluarga, kita jauh dari negara, tapi kita berteman juga dengan orang luar, tapi ada batasnya. Karena kita tetap ada teman2 kita yang satu negara disitu.
Jadi menurut Saya untuk melatih individual mental agak kurang disitu, karena, kita akhirnya berkumpul juga dengan teman2 kita, kalo ada masalah kita masih bisa sharing dengan mereka, kita bisa ngobatin kangen dengan berkumpul dengan mereka. Nah kalo tujuannya untuk mengasah menguji atau menguatkan mentality seorang pemain, kalau saran saya alangkah baiknya dikirim secara individual, misalnya si A kirim ke ini (Negara/tim tertentu), si B kirim ke ini, jadi dia betul-betul merasakan how to manage dirinya sendiri, jadi bagaimana kau menghadapi tekanan saat latihan dengan teman-teman baru, dengan orang asing, dan kau notabene sebagai orang luar, kamu harus bisa mengatasi semua pressure yang ada dalam diri kamu, harus memanage waktu makan, waktu istirahat, terus saat tidak perform latian bagaimana bisa memotivate diri sendiri untuk bisa bangkit kembali, itu kalo menurut saya lebih dapatlah untuk individualnya.
KB: Jadi, kalo sekarang misalnya Egi Maulana Fikri dan beberapa pemain lain yang bermain di Eropa dan Negara Asia lain, ini lebih baik dibanding dengan kalau ada program seperti Primavera lagi ya?
K : Targetnya apa , mungkin bisa juga kayak Primavera, untuk melatih individual mental karena jauh dari keluarga, jauh dari teman, jauh dari negara, di negara orang, tapi tetap konteksnya mereka sama-sama dengan satu Tim. Tapi kalau yang dilakukan oleh Egi, Witan, bahkan saat di Malaysia, dia benar2 sendiri, nah ini kalau targetnya untuk individual, lebih bagus yang ini. Tapi kalau untuk Tim, mungkin iya, satu Tim dibawa kemana dengan coaching staff atau Official dari sana, jadi kita belajar, dengan standard yang lebih tinggi daripada negara kita misalnya, itu bagus untuk Tim. Tapi kembali lagi target kita ini apa, untuk membentuk Tim suatu event atau untuk individual.
KB: Saya mendengar dulu waktu mas di Primavera, sebenarnya rapor mas Kurniawan ini lebih tinggi dari Del Pierro, itu benar nggak mas?
K : Tidaklah, tapi memang waktu tahun kedua itu di putaran pertama, Tim kita Primavera itu ada di peringkat 1, di atasnya Juventus kalau tidak salah, dan saya termasuk di deretan top skor juga waktu itu. Dan di Juventus itu Del Pierro sudah main di senior Tim, tapi waktu itu pesaing saya namanya Cora Ducati dari Juventus juga.
KB: Ketika pulang dari Primavera dan kembali ke Indonesia, perbadaan seperti apa yang dirasakan antara liga di Indonesia dengan Primavera disana mas?
K : Jadi dari Primavera, saya sebenarnya menyadari betul, di Primavera pikiran saya, mindset saya, mulai terbuka, saya melihat kehidupan pemain professional disana seperti apa, itu yang akhirnya menguatkan saya untuk, Oh Gue harus jadi nih pemain professional, karena gue sudah ngorbanin sekolah, keluarga, dan lain2, gue harus dapatin sesuatu dari sepakbola. Jadi mindset kita sudah mulai terbuka, tapi saya benar2 merasakan arti seorang professional itu saat keluar dari Primavera, pindah ke FC Luzern, karena saya disitu sendiri, saya tidak ada teman, apalagi jaman dulu belum ada handphone, belum ada internet, semua saya tampung sendiri, dan itu yang Alhamdulillah bisa menguatkan saya dan saya baru menyadari profesional tuh begini lho, value kita, kita sendiri yang tahu, kalau kita tidak bisa 200 persen dalam bekerja ya wassalam, karena pesaing kita juga tau mereka hidup dari sepak bola dan saat kembali ke Indonesia, mohon maaf bukan mengecilkan atau merendahkan Indonesia, tapi memang saat itu tahap kita masih jauh di bawah mereka, walaupun kita compare dengan Swiss waktu itu.
KB : Apakah Mas pernah lihat di Indonesia ada masalah suap, atau ada yang nawarin mas juga tentang hal itu, pernah ngalamin itu?
K : Kalau di Liga Indonesia saya, Alhamdulillah saya bergabung dengan Tim-tim yang lumayan papan atas seperti Pelita, Persibaya, Persija, PSM, saya nggak pernah menemukan itu, walaupun saya dengar katanya ada, tapi saya belum pernah melihat secara langsung, hanya yang benar-benar saya tahu, waktu di Tim Nasional, waktu kita Piala Asia di Libanon tahun 2000, ada salah seorang yang mengaku pengusaha kulit di Libanon memberikan bonus saat kita draw lawan Unit Emirat Arab kalau tidak salah, jadi kita dikasih bonus, setelah itu pernah next game kita ada 10 pemain dikumpulkan, kemarin kita draw sudah dikasih bonus, nah hari ini kan pasti kalah, nah jadi tolong ngalah, nah kita tidak mau, kita balikan duit itu, tapi akhirnya orangnya kita laporkan ke Manager waktu itu, orangnya sudah hilang, walaupun tadinya tinggal di satu hotel.
KB : Sekarang kan di Liga Malaysia, apa perbedaan dari Liga Malaysia dan Liga Indonesia secara overall ?
K : Yang pasti aturan disini (Malaysia) lebih ketat, regulasinya jelas, dan no excuse, katakanlah Tim yang belum dibayar gaji, pemain yang belum dibayar gaji, terus ada report, sebelum dibayar, Tim ini tidak boleh bermain, kalau belum dilunasi juga saat Liga jalan pun bisa dikurangi 3 point dan itu sudah terjadi tahun ini kan kena 3 point karena gagal bayar gaji sampai batas yang ditentukan, walaupun akhirnya jalan dan bisa dilunasi juga, tapi sudah terlanjur dipotong. Terus aturan2nya tidak bisa diakali
KB : Jadi ada beberapa yang mesti dicontoh dari sana ya mas?
K : Ya walaupun misalnya kalau atmosfer sepakbola-nya, memang Indonesia tidak ada duanya, kayak suporter semuanya kan.
(DRO)