Kedatangan Darwin Nunez ke Anfield sudah dapat dipastikan. Ia dijadwalkan tiba di Anfield dan menjalani tes medis, lalu diumumkan secara resmi sebagai penghuni Anfield untuk durasi kontrak 6 tahun.

Nunez juga sudah mengunggah foto-fotonya bernuansa Liverpool. Kontrak senilai 75 juta pound dengan klausul tambahan senilai 25 juta (bonus penampilan dan juara) sudah disepakati. Sementara kepergian Mane ke Muenchen juga sudah di ujung dermaga.
Datang dan pergi adalah perkara lumrah pada sebuah klub bola. Sama halnya seperti kehidupan yang kita jalani. Kedatangan dan kepergian adalah keniscayaan, karena hidup pada hakekatnya ya demikian belaka: datang dan pergi, lahir dan mati.
Namun dalam rentang antara kedatangan dan kepergian, di situlah panggung kehidupan tersedia untuk setiap kita, terbentang dengan lebar, menyediakan pilihan bebas untuk memainkannya dengan gaya seperti apa. Dengan drama-dramanya. Dengan pernak-perniknya. Dengan susah dan senangnya. Dengan mimpi-mimpi yang dibangun pada benak setiap kepala yang membayangkannya. Dengan air mata duka cita atau suka cita.
Kepergian Mane dilepas Liverpool dan fansnya di seluruh dunia dengan ucapan terima kasih atas jasa-jasanya pada klub dan trofi-trofi yang disumbangkannya. Dengan keahliannya memainkan bola yang menjadikannya manusia Senegal paling kondang sekolong jagat dan paling tinggi bayarannya hari ini dari seluruh warga Senegal.

Dengan bayaran 360 ribu per pekan, Mane mendapatkan imbalan lebih dari dua kali lipat dari yang diterimanya di Liverpool. Tapi ia mengatakan bukan uanglah alasan utama meninggalkan klub yang telah melambungkannya.
Mane tetaplah Mane yang bersahaja. Yang hapenya pun growak-growak retak sana sini karena sudah jatuh berkali-kali. Mane yang duitnya tetap mengalir deras untuk membangun jalan dan rumah sakit serta sekolahan di kampungnya di Bambali sana.
Mane pergi karena ingin mencari tantangan baru setelah meraih segala piala yang tersedia bersama Liverpool. Jadi, dia pergi dari Liverpool tidak seperti Coutinho atau Owen atau Torres.



Darwin Nunez datang ke Liverpool dengan mimpi yang ingin ia ukir sendiri. Pemain Uruguay ini dianggap merupakan kombinasi antara legenda hidup Uruguay yang masih merumput namun sudah agak berlemak –Edinson Cavani dan Luis Suarez. Kuat di udara seperti Cavani, lincah dan licik di depan gawang seperti Suarez.
Juergen Klopp diyakini pengamat seperti melihat sosok Nunez pada waktu ia menelisik Lewandowski dan membawanya ke Dortmund. Insting dia bisa saja salah, tetapi dari dua kali menghadapi Nunez di Liga Champions, naluri Klopp sepertinya lebih bermain.
Ditambah dengan catatan para pembisiknya tentang perjalanan karier Nunez sejak masih di Spanyol, statistik permainannya, dan mentalitasnya yang hari ini sudah menjadi instrumen penting dalam perekrutan pemain-pemain Liverpool. Ia juga bukan tipikal mata duitan sehingga tidak tergoda dengan tawaran MU atau Newcastle yang bisa memberinya dua kali lipat gajinya per pekan di Liverpool yang “hanya 140 ribu” per pekan.
Klub ini memang punya struktur atau skema gaji yang ketat dan nggak mau jor-joran seperti Manchester –yang biru atau yang merah. Wijnaldum pernah mencoba mengubah struktur itu ketika bernegosiasi, dan ia memilih pergi lalu kariernya pudar di PSG. Sebaliknya, Milner rela gajinya dipotong demi bertahan di Liverpool.
Buat pemain bola, gaji per pekan sebesar 100 ribu per pekan, sudah sama dengan pendapatan para pekerja rata-rata di Inggris selama setahun. Dan Nunez tampaknya melihat bukan soal uang yang menjadi daya pikat, tapi lebih karena struktur, sejarah, reputasi, dan prestasi klub. Dan tentu saja faktor Klopp.
Nunez punya pribadi yang juga tak kalah spesial. Ia sangat mencintai emaknya. Di sisi ini, cerita cinta ibuk-anak yang paling menggetarkan seorang pesepakbola adalah Cristiano Ronaldo dan ibunya. Ibuk, bagi Ronaldo adalah segala-galanya dan demi apa saja ia akan melakukannya. Nunez, sepertinya juga demikian, meski cerita-cerita itu belum banyak beredar atau diulas media.
Kepribadiannya yang spesial ini –kedekatan dengan ibunya– sudah memberinya bintang yang jadi perhatian sejak masih belia. Ketika masih umur belasan, Suarez yg ketika itu sudah bermain di Barcelona sudah meminta klub untuk meminangnya. Harganya waktu itu masih di kisaran 15-20 juta saja. Tapi klub lebih tergoda untuk menarik Griezzman dari Atletico Madrid. Benfica lebih gercep, dan menjadikannya bomber andalan klub paling gacor di Portugal.
Di Portugal, dia menjadi seteru Luis Diaz yang bermain untuk klub rival terkuat, Porto. Porto dan Benfica, sudah mirip MU dan Liverpool di Inggris, atau Madrid Barcelona di Spanyol. Seperti seteru abadi. Benfica juara Liga 37 kali, Porto 30 kali. MU dan Liverpool, cuma beda satu trofi.
Kini, kedatangan Nunez ke Liverpool menjadikan takdir mereka dipertemukan. Sesama pemain Amerika Latin, punya kultur dan bahasa yang mirip, dan punya pengalaman merumput yang tak jauh beda.
Kolumbia dan Urugay di Amerika Latin, memang menjadi pengisi persaingan Brazil Argentina dalam setiap kompetisi. Tapi mereka punya sejarah mencetak pemain-pemain brilian yang sangat menonjol secara penampilan atau eksentrisitasnya. Kolumbia pernah melahirkan Valderama atau Asprilla, Uruguay pernah punya Francescoli atau Recoba yang juga melegenda di negerinya.
Dengan kedatangan Nunez, Klopp mengubah trio depannya dari duo Afrika dalam diri Mane dan Salah yang diisi anak benua Amerika dalam diri Firmino, menjadi duo Amerika dalam diri Nunez-Diaz, yang ditopang anak Afrika yaitu Salah.

Jadi, trio ini tetaplah AAA ke AAA.
Yang masih ditunggu di musim depan adalah pakem permainan Klopp yang selama ini sudah nyaris baku dengan 4-3-3 di Liverpool, sekalipun dia tidak dogmatis karena pernah membangun struktur 4-2-3-1 ketika di Dortmund dengan Lewandowkski sebagai pemanen gol.
Di awal-awal rezim Klopp di Liverpool, ia masih menggunakan pola 4-2-3-1, dan kemudian mengubahnya menjadi kuat di sayap dan mengantar klub kota pelabuhan ini meraih trofi demi trofi.
Salah satu keuntungan dari perubahan trio Amerika-Afrika-Amerika yang dimiliki Liverpool sekarang adalah dia tidak dipusingkan di bulan-bulan krusial Januari, karena Piala Afrika yang digelar tiap tahun membuatnya sering tersungkur di paruh kedua musim kompetisi. Apalagi, pelapisnya juga punya kualitas setara dan tidak terganggu dengan bela negara, karena Jota orang Portugal.
Musim ini akan ada banyak drama yang tersaji. Ritme kompetisi yang berbeda –karena Piala Dunia digelar di bulan Desember–, peraturan penggantian 5 pemain yang mulai diterapkan, serta transfer-transfer yang dilakukan oleh setiap klub, memberikan ekspektasi bahwa musim ini kompetisi akan punya warna berbeda.
Liverpool, tetaplah AAA yang bertranformasi menjadi AAA.
Penulis adalah wartawan senior dan fans Liverpool