Tim-tim kaya Liga inggris seperti Manchester City ataupun Chelsea saat ini sudah menambah kekuatan pada skuadnya. Jack Grealish sudah bermain di klub barunya, dibeli dari Aston Villa dengan mahar lebih dari 2 Triliun Rupiah. Bahkan kabarnya, sebentar lagi City juga akan menyelesaikan pembelian Harry Kane dengan harga yang lebih tinggi dari Grealish. Sementar Chelsea dikabarkan telah mendapatkan bekas pemainnya Romelu Lukaku dari Intermilan yang transfer pemein internasional Belgia ini juga menembus 2 Triliun Rupiah.
Dengan mega transfer yang dilakukan kedua tim tersebut diperkirakan akan meramaikan perebutan juara di Liga Inggris. Ini juga tak lepas dari kepemilikan kedua klub tersebut oleh taipan-taipan yang memeng seperti mudah sekali mengeluarkan uang baik Sheikh Mansour di Manchester City maupun Roman Abramovich di Chelsea.
Bagaimana dengan klub-klub Liga Inggris yang dimiliki oleh taipan asal Amerika seperti Manchester United, Arsenal maupun Liverpool? Manchester United sendiri sudah mengeluarkan dana lebih dari 2 triliun Rupiah untuk membeli Jadon Sancho dan juga Raphael Varane.
Sementara Arsenal cukup aktif di bursa transfer musim panas 2021. Sejauh ini, Arsenal sudah mendatangkan fullback kiri Benfica, Nuno Tavares. Selain telah mendaratkan Nuno Tavares, Arsenal dalam proses untuk mendatangkan dua pemain, yakni Ben White (bek tengah, Brighton & Hove Albion) serta Sambi Lokonga (gelandang, RSC Anderlecht).
Hanya Liverpool yang hingga saat ini kurang aktif di bursa transfer dan baru mendapatkan Ibrahima Konate dengan biaya sekitar 600 Miliar Rupiah dari RB Leipzig.
Namun ternyata aktivitas transfer ketiga klub tersebut kurang memuaskan fans. Yuk kita dengar curhatan mereka.
Arsenal
Seorang Fans Arsenal bernama A. Murphy menilai Saat zaman Arsene Wenger fans dibohongi bahwa Arsenal menggunakan sustainable financial model. Artinya pendapatan jangan lebih kecil daripada pengeluaran. Fans menerima hal tersebut. Apalagi ketika itu UEFA sedang gencar-gencarnya mengkampanyekan FFP, Financial Fair Play. Tim yang jor-joran membeli pemain padahal pendapatannya tidak mendukung akan dihukum. Ini termasuk tim yang uangnya dari bohir macam Chelsea dan Manchester City. Fans menerima Arsenal menjual Thierry Henry, Cesc Fabregas, Robin van Persie tanpa pengganti yang lebih baik. Pasrah tapi tak rela, begitulah. Tapi ditunggu-tunggu hukuman kepada Chelsea dan Manchester City tak kunjung datang. Sementara Arsenal masih bertahan dengan model bisnis “pelit”-nya. Alasan berikutnya yang keluar dari Arsene adalah kita tidak ada uang untuk membeli pemain bagus karena uangnya terpakai untuk mencicil stadion. Fans masih menerima karena toh dengan sepelit itu pun Arsenal masih main di Champions League setiap tahun. Beda sama klub tetangga yang cuma kadang-kadang masuk Champions League.
Tahun 2014 akhirnya stadion lunas dan Arsenal membeli Mesut Ozil. Fans bersorak. Masa-masa penuh derita telah berakhir. Apalagi tahun berikutnya Arsenal nyaris juara liga kalau saja tidak ada keajaiban yang bernama Leicester.
Tapi setelah itu Arsenal kembali lagi ke kebijakan pelitnya. Sementara Chelsea yang tadinya besar pasak daripada tiang sudah perlahan-lahan mem-balance keuangannya. Sekarang Chelsea, sudah menjadi klub besar. Semua berkat investasi habis-habisan dari Roman Abramovich, pemilik Chelsea yang salah satu oligarko Rusia.
Manchester City masih menghadapi pengadilan UEFA karena doping finansial Syekh Mansour yang merusak tatanan Liga Inggris. Tapi vonis pengadilan tak kunjung turun. Sementara Chelsea dan Manchester City, klub penuh doping finansial sudah berkali-kali juara liga
Sementara Arsenal? Dari Champions League Arsenal terpuruk ke Liga Europa, liga yang dulu fans Arsenal katakan sebagai Liga Tarkam Kamis Malam.
Arsene Wenger akhirnya turun tahta akibat revolusi fans. Manajer terbaik yang pernah dimiliki Arsenal akhirnya pergi.
Tapi pemain bintang yang ditunggu-tunggu tak datang juga. Sementara Liverpool sudah mengakhiri penantian 30 tahunnya dan kembali menjadi juara liga. Satu-satunya hiburan bagi fans Arsenal hanya Manchester United yang nasibnya tengah sama terpuruknya.
Setelah skandal European Super League barulah terbuka alasan sebenarnya. Dan alasannya sederhana saja. Stan Kroenke, pemilik Arsenal memang pelit saja Gak pakai macam-macam alasan. Sama seperti keluarga Glazers di Man United, Kroenke cuma ingin menjadikan Arsenal sebagai aset investasi tanpa keinginan menanamkan uangnya sendiri macam Syekh Mansour atau Abramovich. Toh tanpa keluar uang nilai jual Arsenal yang tadinya dia beli tidak sampai 1 miliar pound sudah menjadi 2 miliar pound sekarang.
Tahun lalu fans melakukan revolusi kedua. Berharap Kroenke terusir dari klub dan diganti oleh Daniel Ek, miliarder pemilik Spotify. Beda dengan Kroenke, Daniel Ek ini fans Arsenal sejati (dan KAYA).
Tahun ini (dan tahun lalu juga) Kroenke mencoba merebut kembali hati fans dengan melonggarkan sedikit ikatan kantongnya. Dimulai dengan membeli Thomas Partey tahun lalu, membeli Ben White tahun ini, dan mengincar Maddison dan Lautaro Arsenal menunjukkan mereka mau dan bisa bermain di angka 50 juta pound ke atas. Tapi apa daya, Covid melanda. Sebanyak apa pun uang, tetap tidak prudent membeli pemain tanpa menjual pemain lama. Jika tidak dijual skuad akan terlalu gemuk dan gaji pemain naik luar biasa padahal mereka jarang dipakai. Masalahnya klub-klub di seluruh Eropa tidak punya uang untuk membeli. Xhaka dan Bellerin dan Guendozi ditawarkan ke sana ke mari tapi tidak ada yang berminat. Sementara fans sudah merongrong minta dicarikan pemain sekelas Jack Grealish.
Dan penderitaan masih berlanjut…
Manchester United
Para penggemar Manchester United tentu sangat akrab dengan tagar #GalzerOut yang sudah berkumandang baik di jagat maya atau melalui demo-demo yang dilakukan. Aksi terakhir yang kita ingat adalah ketika sejumlah fans Setan Merah menduduki Old Trafford sebelum berlangsungnya pertandingan Bigmatch antara Manchester United versus Liverpool 2 Mei yang lalu yang menyebabkan pertandingan yang ditunggu-tunggu tersebut urung digelar ( baca : https://kanalbola.id/seandainya-suporter-setan-merah-tak-memilih-anarkis/) dan diundur beberapa waktu setelahnya.
Berbagai aksi dijalankan pendukung MU, tak hanya melangsungkan demo saat Setan Merah bertanding, namun juga dengan sebuah pesawat menerbangkan spanduk bertuliskan “2BN STOLEN #GLAZERSOUT” di atas Elland Road sebelum laga Leeds United vs MU yang berakhir imbang.
Pendukung MU juga menyalakan kembang api dengan warna asap hijau dan kuning yang mereka identikan sebagai Keluarga Glazer.
Dalam protes, pendukung juga membentangkan sejumlah tulisan, di antaranya “United melawan keserakahan” dan “Glazers out.”
Klub MU dibeli oleh keluarga AS Glazer seharga 790 juta pound (sekitar Rp15,9 triliun) pada 2005. Meskipun terdaftar di Bursa Efek New York sejak 2012, Glazer tetap memegang kepemilikan mayoritas.
Ketidaksukaan fans MU terhadap Keluarga Glazer sudah lama terjadi, sejak sang ayah Malcom Glazer datang mengambil alih klub pada 12 Mei 2005. Sederet perlawanan demi perlawanan terus dihadirkan fans yang menganggap kepemilikan keluarga ini terhadap MU bukan karena cinta pada sepakbola, tetapi karena bisnis semata.
Namun sudah 15 tahun sejak kejadian tersebut, Glazer masih berkuasa meski Malcolm sudah meninggal 2014 lalu.
Satu hal yang dipermasalahkan dari para suporter adalah karena pembelian klub menggunakan dana yang berasal dari utang. Selain itu, pergerakan klub yang mulai mengarah ke bisnis juga menjadi alasan lain. Beberapa tahun sebelum Malcolm datang, MU sudah memperluas nama mereka ke pasar Asia dan Amerika Serikat.
Meski diprotes, namun tidak bisa dibantah kalau kesuksesan MU sebenarnya juga ada andil dari keluarga Glazer. Gelar juara Liga Inggris kembali diraih setelah absen selama tiga musim, yang paling fenomenal sudah pasti trofi Liga Champions ketiga setelah menunggu selama hampir sembilan tahun. Total ada 13 gelar yang diraih ketika klub melangkah bersama Glazer.
Namun, para fans banyak yang mungkin tidak bisa menerima anggapan tersebut. Bagi mereka, sederet gelar tadi bisa diraih karena andil besar seorang Alex Ferguson. Salah satu fans Setan Merah, Hyashinta mengatakan sejak era Alex Ferguson berakhir, pelatih-pelatih setelahnya belum mampu menghadirkan gelar Liga Inggris, ini disebabkan oleh orientasi dari keluarga Glazer yang lebih mementingkan bisnis semata dibandingkan dengan prestasi. Keluarga Glazer dinilai enggan meninvestasikan pemain-pemain yang dibutuhkan tim untuk bersaing dengan Manchester City ataupun Chelsea.
MU telah merekrut 36 pemain setelah era Sir Alex Ferguson pada musim 2012/2013. Hingga kini, ‘Iblis Merah’ bahkan sudah menghabiskan dana hingga 1 miliar pounds (setara Rp 18,6 triliun) untuk belanja pemain.
Selain itu, MU telah empat kali berganti pelatih. Manajer-manajer setelah Sir Alex Ferguson yakni David Moyes, Louis van Gaal, Jose Mourinho, hingga kini Ole Gunnar Solskjaer.
Saat masih diasuh oleh Moyes, MU telah menggelontorkan dana sekitar 69 juta pounds (setara Rp 1,2 triliun) untuk memboyong pemain baru. Saat itu, mereka berhasil merekrut Marouane Fellaini dan Juan Mata.
Setelahnya, Van Gaal mendatangkan 13 pemain selama dua musim melatih MU. The Red Devils merogoh kocek hingga 300 juta pounds (setara Rp 5,5 triliun) lebih. Beberapa nama yang berhasil didatangkannya adalah Daley Blind, Luke Shaw, Ander Herrera, dan Anthony Martial.
Pelatih yang paling boros adalah Mourinho. MU harus mengeluarkan uang senilai 430 juta pounds (setara Rp 7,9 triliun) lebih. Memulangkan Paul Pogba dari Juventus adalah yang paling mahal.
Sementara, Solskjaer sukses mendaratkan 11 pemain dengan total mahar senilai 390 juta pounds (setara Rp 7 triliun) lebih. Jadon Sancho dan Paul Pogba merupakan pemain termahal yang harus ditebus MU.
Liverpool
Pada bulan Agustus 2016, ketika Manchester United baru saja memecahkan rekor transfer termahal dunia sebesar 89 juta pounds untuk Paul Pogba, manager Liverpool Juergen Klopp mengatakan bahwa ia tidak akan meniru gaya transfer gila-gilaan yang populer kala itu.
“Pada hari dimana sepakbola berubah menjadi seperti ini, aku tidak akan menjadi manager lagi,” komentarnya waktu itu. “Aku ingin melakukan dengan cara yang berbeda. Aku akan melakukan dengan cara yang berbeda bahkan jika aku punya uang untuk belanja pemain.”
Kini, dua tahun kemudian, Klopp seolah menjilat ludahnya sendiri ketika ia lagi-lagi mengeluarkan uang super besar untuk membeli seorang pemain, yaitu kiper Alisson yang digaet dari AS Roma dengan harga 56,25 juta pounds.
Namun perlu diingat pembelian kedua pemain tersebut bias dilakukan setelah Liverpool berhasil menjual Philippe Coutinho ke Barcelona dengan mahar lebih dari 140 juta Poundsterling.
Salah satu fans Liverpool, Ivan Garda mengatakan jika dilihat dari pemilik Amerika di 3 klub Liga Inggris, Manchester United, Arsenal dan Liverpool, pemilik Liverpool boleh dibilang yang paling sedikit mengeluarkan uang untuk investasi pemain. Bayangkan untuk bisa membeli Van Dijk dan Alisson Becker Liverpool harus menjual pemain yang saat itu sedang menjadi idola bagi fans, Philippe Coutinho.
Bahkan untuk masalah gaji saja FSG sebagai pemilik Liverpool boleh disebut ‘pelit’ atau sangat perhitungan. Mungkin itu yang menyebabkan Liverpool kehilangan pemain seperti Gini Wijnaldum yang hijrah ke PSG.
Beruntung Liverpool memiliki sosok Jurgen Klopp yang bisa memaksimalkan potensi para pemain yang ada sehingga Liverpool dapat mengakhiri puasa gelar Liga Inggris selama 30 tahun pada musim lalu.
Bagaimana menurut Kanalbolers, apakah ketiga klub tersebut mampu bersaing dengan Manchester City dan Chelsea di musim 2021-2022?
(DRO)