FIFA Matchday antara Tim Nasional Indonesia melawan Tim Nasional Bangladesh yang berlangsung di Stadion Jalak Harupat, Bandung berakhir dengan skor kaca mata. Hal ini cukup memperihatinkan karena secara peringkat FIFA, Bangladesh berada jauh dibawah Indonesia, 188 berbanding 159. Dan seharusnya Timnas Indonesia memanfaatkan pertandingan ini untuk mendapatkan kemenangan untuk persiapan kualifikasi Piala Asia 2023 yang tinggal beberapa waktu lagi.
Pemain-pemain Indonesia memang mampu mendominasi jalannya pertandingan. 71 persen penguasaan bola berbanding 29 persen penguasaan bola yang dimiliki pemain-pemain Bangladesh. Namun sayang, pemain-pemain kita gagal memanfaatkan keunggulan penguasaan bola tersebut menjadi gol sehingga skor 0-0 bertahan hingga peluit panjang dibunyikan. Sehingga ribuan penonton yang pertama kali hadir mendukung Timnas kembali sejak Pandemi Covid-19 pulang dengan kekecewaan.
Terlihat sekali pemain-pemain kita masih kurang kreatif untuk menciptakan peluang, karena peluang-peluang yang didapat oleh pemain kita lebih berasal dari bola-bola mati baik melalui lemparan kedalam Pratama Arhan, ataupun tendangan bebas yang dilakukan oleh Saddil Ramdani, Marc Klok maupun Stefano Lilipaly. Memang ada beberapa peluang yang diciptakan melalui true pass Saddil kepada Lilipaly, namun tetap gagal mengubah skor.
Masuknya Elkan Baggott menjadi tidak banyak manfaatnya, dimana sebenarnya dirinya diharapkan untuk mampu memanfaatkan umpan-umpan dari bola mati untuk mengarah kepada kepalanya. Namun Elkan yang memang memiliki tinggi tubuh diatas rata-rata gagal memanfaatkan umpan lambung yang dihasilkan dari tendangan pojok ataupun tendangan bebas.
Kehilangan Witan Sulaeman dan juga Egy Maulana Vikri menjadikan peran Saddil maupun Irfan Jaya menjadi terlalu berat. Hanya Saddil yang bisa membuat repot pertahanan Bangladesh, sementara Irfan Jaya sebenarnya juga mendapat beberapa kesempatan, namun Irfan benar-benar harus mengurangi keegoisannya dan harus lebih melihat posisi teman-temannya yang berdiri lebih bebas. Muhamad Rafli ataupun Lilipaly beberapa kali posisinya lebih baik, namun Irfan tidak melihat itu dan lebih memilih melakukan shoot ke gawang Anisur Rahman, namun belum menemui sasaran ataupun bisa diblock pemain belakang lawan.
Hasil ini kembali menunjukan kebutuhan akan striker yang benar-benar memiliki “killer insting” di daerah penalty lawan. Sebenarnya kelemahan ini sudah terlihat sejak Piala AFF beberapa waktu lalu. Namun tampaknya hasil kompetisi dimana klub-klub lebih suka menempatkan pemain asing di posisi striker dibanding striker-striker lokal menyulitkan Shin Tae-yong kesulitan untuk mencari striker.
Mohamad Rafli sebenarnya bermain tidak buruk, namun belum mampu menunjukan ketajamannya pada pertandingan ini. Ia harus lebih banyak lagi mengasah kemampuannya untuk mencetak gol. Dimas Drajat yang menggantikan Rafli juga memiliki kegigihan, namun juga belum terlihat kemampuannya untuk mencetak gol.
Kita sebenarnya masih punya beberapa striker yang bisa dipanggil oleh Shin Tae-yong, yakni Bagus Kahfi yang saat ini akan melakukan trial di klub Asteras Tripolis, Liga Yunani setelah kontraknya dengan FC Utrecht berakhir. Shin Tae-yong juga jangan menutup mata atau alergi terhadap ketajaman seorang Ilija Spasojevic. Strike r naturalisasi tersebut sudah membuktikan diri di Liga 1. Spaso mengukir 14 gol dan satu assist dalam 20 penampilan.
Oke, mungkin Shin Tae-yong punya pertimbangan tersendiri untuk tidak memilih keduanya. Namun Ia harus bergerak cepat untuk mencari striker hingga ke pelosok negeri. STY bisa mengirimkan orang-orang yang dipercaya olehnya untuk mencari bakat di banyak turnamen seperti Piala Suratin, Liga Santri hingga di liga-liga tarkam.
Semoga segera bisa dituntaskan masalah Timnas kita ini.
Penulis adalah Ketua Umum Paguyuban Suporter Timnas Indonesia (PSTI) yang juga pendiri Kanalbola.id