Mason Greenwood harus diakui sebagai salah satu talenta terbaik yang dimiliki dan dihasilkan oleh akademi Manchester United. Ia memiliki kecepatan diatas rata-rata dan memiliki naluri mencetak gol yang bagus ketika berada didaerah kotak penalti lawan.
Meskipun kritik tajam sering ditujukan kepada dirinya karena dianggap terlalu egois, beberapa kali Ia lebih berusaha menembak langsung dibanding memberikan bola kepada teman yang lebih bebas dan berujung pada gagalnya Setan Merah mencetak gol.
Sempat menjadi trio yang menakutkan bersama Marcus Rashford dan Anthony Martial di lini depan Manchester United, namun ketajaman trio tersebut malah menghilang. Namun Greenwood tetap mampu menjadi andalan baik saat masih dilatih oleh Ole maupun saat sudah dilatih oleh Rangnick. Namun keegoisan Greenwood menyebabkan semakin tajam kritik yang diterima olehnya.
Bahkan ketika Anthony Martial dipinjamkan ke Sevilla Januari lalu, fans Setan Merah di media sosialpun menyayangkan keputusan tersebut karena lebih memilih meminjamkan Greenwood dibanding Martial untuk lebih belajar menghilangkan keegoisan, dan lebih berbagi kepada rekannya yang lebih bebas dan menghasilkan gol.
Beberapa waktu kemudian terjadi kehebohan di media sosial Mason Greenwood dinyatakan melakukan kekerasan fisik terhadap pacarnya, Harriet Robson yang mengunggah foto bukti tindak kekerasan yang diduga dilakukan oleh pemain berusia 20 tahun itu.
Lewat postingan di Instagram Story-nya hari Minggu, 30 Januari 2022, Harriet Robson mengaku menerima kekerasan fisik dari Greenwood lewat foto-foto luka di tubuhnya. Ia juga menunjukkan kondisi wajahnya dengan mulut penuh dengan darah yang mengucur ke seluruh badan serta luka lebam pada tangan dan kakinya.
Harriet mengaku bahwa hal tersebut adalah perbuatan Mason Greenwood.
“Untuk semua orang yang ingin tahu apa yang dilakukan Mason Greenwood kepada gue,” tulis Harriet.
Harriet Robson dan Mason Greenwood diketahui telah berpacaran lebih dari dua tahun sebelum pada 2020 lalu keduanya memutuskan berpisah seiring pandemi Covid-19.
Hubungan keduanya sempat terhenti di tengah jalan, namun seiring pandemi Covid-19 yang mulai mereda Harriet dan Greenwood kembali bersama. Selain video dan foto bukti luka-luka di sekujur tubuhnya, Harriet Robson juga mengunggah bukti berupa audio.
Audio yang ia unggah berisi percakapan antara Mason Greenwood dan Harriet Robson. Dari percakapan tersebut, Mason Greenwood terdengar terus memaksa Harriet untuk berhubungan seksual. Namun Harriet Robson menolak permintaan sang kekasih.
Kabar tersebut tentu langsung mendapatkan respons negatif. Greenwood dikritik keras oleh fans Setan Merah di media sosial. Kasus ini kian mencoreng nama Greenwood yang sudah cukup buruk. Dia dituding sebagai pemain egois di lapangan, dianggap merusak permainan tim.
Greenwood kemungkinan tidak akan bisa dimainkan MU dalam waktu lama. Pemain 20 tahun itu berurusan dengan polisi setelah didakwa melakukan pemerkosaan, kekerasan dan ancaman pembunuhan terhadap kekasihnya.
MU langsung membekukan Greenwood. Jika sampai dinyatakan bersalah, MU bukan tidak mungkin akan memutus kontrak pemain nasional Inggris itu.
Kesialan Greenwood tidak hanya sampai disana. Perusahaan apparel olahraga, Nike, setelah mendengar kasus tersebut, resmi memutus kerja sama dengannya.
Apa yang bisa kita petik dari kasus Greenwood?
Langkah yang diambil Manchester United dengan membekukan Greenwood patut diapresiasi. Kita melihat sebagai sebuah klub besar yang memiliki sejarah panjang sebagai klub paling sukses di tanah Inggris tersebut, Setan Merah berani mengambil resiko.
Kita tahu dibeberapa pertandingan terakhir lini depan menjadi masalah, baik Ronaldo, Cavani maupun Rashford seperti kehilangan tajinya. Hasilnya terlempar dari Piala FA setelah kalah adu penalti melawan Middlesbrough, dan hanya bermain seri 1-1 dengan posisi juru kunci Burnley. Saat ini seharusnya Greenwood bisa dipakai untuk menutupi kelemahan sisi serang United.
Namun United lebih memilih menjatuhkan hukuman kepadanya hingga keputusan dari pengadilan dan ini adalah sebuah penghargaan terhadap kemanusiaan. Dimana sebesar apapun seorang pemain, namun pemain tersebut tidak bisa melakukan sebuah tindakan yang bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan baik didalam maupun diluar lapangan.
Kita tahu Liga Inggris juga aktif mengkampanyekan hal-hal yang terkait dengan kemanusiaan seperti anti rasisme, dan hingga saat ini sebelum pertandinganpun para pemain juga berlutut sebagai simbol dukungan terhadap kampanye Black Lives Matter, sebagai perlawanan terhadap sikap rasisme.
Tindakan Manchester United merupakan sebuah sikap ketegasan dari sebuah klub dan mengajarkan kita untuk lebih menghargai kemanusiaan. Ini pelajaran berharga untuk seluruh pemain maupun insan sepak bola diseluruh dunia termasuk di Indonesia.
Sepak bola Indonesia juga harus berani mengkampanyekan kemanusiaan dan penolakan terhadap kekerasan baik didalam maupun di luar lapangan.
Di sepak bola kita boleh memiliki rival, pertandingan juga boleh panas, saling ejek adalah hal yang biasa, namun kita harus menghindari segala bentuk kekerasan. Tentu ini berlaku kepada semua pihak baik dari klub, official, pemain, petugas hingga ke suporter harus lebih menghargai kemanusiaan dengan menjauhi kekerasan. Dengan hal tersebut, maka sepak bola akan semakin dicintai dan tidak ada pihak yang takut untuk melihat sebuah pertandingan.
Pembelajaran yang didapat dari kasus Greenwood ini juga harus menjadi pembelajaran bagi seluruh insan sepak bola untuk lebih menghargai kemanusiaan juga diluar lapangan. Karena sekarang sepak bola bukan hanya sekedar sebuah cabang olahraga semata, tapi ada hal-hal lain yang bisa dipetik.
Dan seperti yang selalu dikampanyekan oleh Paguyuban Suporter Timnas Indonesia (PSTI) : “Ada hal yang lebih besar dari rivalitas ataupun sepak bola itu sendiri, yaitu kemanusiaan”
Penulis adalah Ketua Umum Paguyuban Suporter Timnas Indonesia (PSTI) dan Pendiri Kanalbola.id